BIMA, MIMBARNTB.com - Beredarnya informasi yang menyudutkan Ir Nggempo diberbagi media masa yang merilis pemberitaan atas pengakuan terdakwa kasus sampan fiber glass, Taufik Rusdi pada cara persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Mataram dua pekan lalu, membuat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bima, merasa risih dan emosi.
Meski mengaku tidak terpancing dengan sebutan namanya yang dituding terlibat dalam perkara korupsi tersebut, Nggempo tidak ingin menjadi bulan-bulanan terdakwa yang sama sekali dinilai pernyataan itu tidak berdasar.
Melalui rilis persnya, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Sampan Fiberglass, menerangkan sedetail mungkin runutan peristiwa yang sesungguhnya atas proyek tersebut yang kini telah berujung proses hukum.
Sebagai Penguasa Anggaran (PA) dan Kepala Dinas dirinya, tidak pernah memerintahkan dan atau menekan PPK Kegiatan Pengadaan Sampan Fiberglass sebagaimana pernyataan sebelumnya, karena kegiatan berjalan sesuai tugas dan peran masing-masing dalam tugas yang telah didelegasikan sesuai SK yang telah ditetapkan. Apabila merasa tidak pantas atau tidak puas atas tugas yang diberikan melalui SK dimaksud, seharusnya PPK mengembalikan penugasan yang diberikan kepada PA atau kepada Bupati atas Pemberian tugas dan tanggungjawab yang diberikan. Seorang pimpinan tidak akan pernah memberikan tugas di luar dari kemampuan teknis masing-masing bawahannya apalagi menjerumuskannya ke dalam hal-hal yang merugikan anak buahnya. Seorang pimpinan memiliki tanggungjawab manajerial skill sebesar 90 persen dan technical skill sebesar 10 persen begitupun sebaliknya tuk PPK.
PPK selaku orang yang bertanggungjawab secara teknis kata Nggempo, terhadap kegiatan sebesar 90 persen, memiliki beban tugas teknis yang besar terhadap kegiatan yang diberikan bukan karena tekanan pimpinan tetapi atas beban tugas masing-masing.
Tidak itu saja kata Kepala Dinas yang telah menjabat selama kurun waktu 14 tahun ini, pada awalnya kami dipanggil oleh Almarhum Bupati Bima untuk memproses kegiatan dimaksud dengan rekanan yang telah ditentukan seperti itu. PPK juga mendapatkan mandat yang sama untuk memproses termasuk Pejabat Pengadaannya.
Pada proses pelaksanaan sampan Fiberglass saat itu, dirinya, selaku selaku PA dan Kepala Dinas, sedang melaksanakan Ibadah Haji di Makkah. Pada saat saya pulang kontrak pengadaan sampan fiberglas sudah ditandatangani oleh Sekretaris Dinas selaku PLT pada saat itu dan pencairan uang muka sudah dilakukan.
“PA memerintahkan kepada PPK untuk tidak dilanjutkan atau melakukan putus kontrak. PPK menjawab bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan karena uang muka telah dicairkan. PA ngotot untuk tetap melakukan putus kontrak. Setelah itu ada undangan rapat pembahasan kontrak Pengadaan Sampan Fiberglass oleh Tim TAPD yang diketuai oleh Sekda dan Timnya di Kantor Inspektorat Kabupaten Bima dengan rekomendasi rapat bahwa kontrak Pengadaan Sampan Fiberglass bisa dilanjutkan tidak melanggar aturan berdasarkan aturan yang berlaku. Rapat tersebut dihadiri oleh PPK selaku perwakilan dari Dinas PU Kab. Bima karena PA (kepala dinas) enggan hadir karena tetap bersikukuh untuk putus kontrak. Rekomendasi rapat dimaksud dituangkan dalam berita acara notulensi rapat. Berita acara dimaksud juga salinannya dipegang oleh PA (kepala dinas),”bebernya panjang lebar.
Lalu sambung Nggempo, seiring berjalannya waktu, pelaksanaan kegiatan pengadaan Sampan Fiberglass, berakhir dibulan desember tahun 2012 yang merupakan puncak dari seluruh tahapan proses sehingga semua kegiatan sudah seharusnya selesai termasuk kegiatan pengadaan Sampan Fiberglass. Pada tahapan pencairan, dokumen dimaksud telah ditandatangani oleh Pengawas, PPTK, PPK, Bendahara Pengeluaran, Rekanan, Tim PHO dan kemudian baru diteken oleh Kepala Dinas selaku PA, artinya bahwa PA menandatangi tahapan proses dimaksud setelah dinyatakan selesai oleh PPK dan timnya atau layak di bayarkan.
“Pada saat itu, saya selaku PA dan Kepala Dinas memanggil PPK atas permintaan pembayaran yang dilakukannya. PA mengatakan agar pembayaran tidak diproses untuk dibayarkan 100 persen, sebaiknya dimasukkan kedalam daftar kegiatan luncuran tahun selanjutnya (DPA-L), karena PA masih sangsi bahwa pekerjaan belum sepenuhnya tuntas 100 persen. PPK menyatakan bahwa kegiatan sudah tuntas sisa 5 persen saja dan saya (PPK) bertanggungjawab penuh atas sisa pekerjaan dimaksud, disaksikan oleh Sekretaris Dinas pada saat itu akhirnya PA (kepala dinas) menandatangani dokumen pencairan. Setelah itu saya (PA) mendapat perintah untuk mengikuti sekolah penjenjangan lanjutan (SPAMEN) selama 3 bulan dan tidak tau menahu sama sekali atas proses yang berkembang selanjutnya, “sebutnya.
Nggempo menyambung, pada saat dirinya meminta dokumen kelengkapan pengadaan sampan fiberglass kepada PPK sampai press release ini dikeluarkan (sebanyak 5 kali permintaan) tidak pernah diberikan oleh PPK dengan alasan sudah diberikan kepada Tipikor dan saya selaku PA merasa tidak pernah menandatangani dokumen perencanaannya (OE, EE, dll). Setelah dilakukan pemeriksaan dokumen di Tipikor baru diketahui bahwa dokumen perencanaan dimaksud dan kelengkapannya dipalsukan oleh PPK tanpa sepengetahuan PA (kepala dinas).
Diakhir bantahannya, Nggempo menegaskan, apa yang disampaikannya, bertujuan untuk memberikan penjelasan publik untuk tidak menjadi bola liar dan membaangun opini yang salah terhadap masyarakat luas. Sehingga nantinya memberikan pencerahan dan dapat menjadi pembuktian terbalik atas pernyataan saudara Taufik Rusdi selaku PPK seperti sebelum-sebelumnya.(MB-dinyan)